Sabtu, 12 September 2009

Detasemen Bravo-90 / DEN BRAVO-90 (DEN BRAVO)



Logo Den BravoDetasemen Bravo 90 (disingkat Den Bravo-90) terbilang pasukan khusus Indonesia yang paling muda pembentukannya. Baru dibentuk secara terbatas di lingkungan Korps Pasukan Khas TNI-AU pada 1990, Bravo berarti yang terbaik. Konsep pembentukannya merujuk kepada pemikiran Jenderal Guilio Douchet: Lebih mudah dan lebih efektif menghancurkan kekuatan udara lawan dengan cara menghancurkan pangkalan/instalasi serta alutsista-nya di darat daripada harus bertempur di udara.

Pembentukan

Den BravoDari dasar ini, Bravo 90 diarahkan menjalankan tugas intelijen dalam rangka mendukung operasi udara, menetralisir semua potensi kekuatan udara lawan serta melaksanakan operasi-operasi khusus sesuai kebijakan Panglima TNI. Saat dibentuk, Bravo diperkuat 34 prajurit; 1 perwira, 3 bintara, 30 tamtama. Entah kenapa, sejak dibentuk hingga akhir 1990-an, hampir tak pernah terdengar nama Bravo. Dalam masa “vakum” itu, anggotanya dilebur ke dalam Satuan Demonstrasi dan Latihan (Satdemolat) Depodiklat Paskhas. Baru pada 9 September 1999, dilaksanakan upacara pengukuhan Detasemen Bravo dengan penyerahan tongkat komando.

Pelatihan

Den BravoPrajurit Bravo diambil dari prajurit para-komando terbaik. Setiap angkatan direkrut 5-10 orang. Untuk mengasah kemampuan antiteror, latihan dilakukan di pusat latihan serbuan pesawat GMF Sat-81 Gultor, latihan infiltrasi laut dalam rangkan penyerbuan pangkalan udara lepas pantai di pusat latihan Denjaka, latihan UDT (under water demolition) di sarana latihan Kopaska, latihan penjinakan bahan peledak di Pusdikzi Gegana, Polri, serta latihan anti-teror, terjun payung, HALO/HAHO dan demolisi di pusat pelatihan Special Air Service, Britania Raya.

Foto - Foto Den Bravo-90

Den Bravo-90 Den Bravo-90

Den Bravo-90 Den Bravo-90

Den Bravo-90 Den Bravo-90

Den Bravo-90 Den Bravo-90

Den Bravo-90 Den Bravo-90

Den Bravo-90 Den Bravo-90

Den Bravo-90 Den Bravo-90

Den Bravo-90 Den Bravo-90

HUT Den Bravo-90 Den Bravo-90

HUT Den Bravo-90 HUT Den Bravo-90

Den Bravo-90 HUT Den Bravo-90

PT.DI Terima Order 10 Helikopter Bell-412EP


Helikopter Bell-412EP

JAKARTA - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) akan sesegera mungkin memulai perakitan pesawat helikopter model Bell-412EP jika kontrak pembelian dengan sejumlah instansi di Indonesia telah ditandatangani. ”Jika kontrak dilakukan tahun ini, tahun ini juga kita langsung memulai perakitan,” kata Arie Wibowo, VP Marketing and Sales Aircraft Integration PTDI, seusai penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, Senin (10/8).

Arie menambahkan, saat ini ada dua instansi yang sudah memesan, yakni: TNI Angkatan Darat (TNI AD) dan BASARNAS. ”TNI AD memesan enam unit dan BASARNAS empat unit,” kata Arie. Nilai kontrak untuk kesepuluh helikopter itu, lanjut Arie, sebesar 115 juta dolar AS. Sehingga harga dari satu unit helikopter tersebut sebesar 11,5 juta dolar AS.

Menurut Arie, minimum perakitan satu unit helikopter tersebut bisa memakan waktu hingga 18 bulan. ”Namun setelah itu, kita bisa merakit satu unit tiap dua bulan itu pun jika memesannya sekaligus,” kata Arie. Disebutkan Arie, PTDI menargetkan untuk merakit sekitar 22 helikopter Bell hingga pada 2014.

Empat Pesawat CN-235 Surveilance Pesanan Korsel Di kirim 2010

CN-235

Jakarta - PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) akan mengirimkan empat pesawat CN-235 surveilance pesanan Korea Selatan (Korsel) senilai 100 juta dolar AS pada 2010.

“Kita akan mulai deliver pada 2010, order Korea berupa empat pesawat CB-235 surveilance,” kata VP Marketing and Sales Aircraft Integration PTDI, Arie Wibowo, di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, Korea merupakan salah satu negara pemesan CN-235 dengan total order untuk empat pesawat tersebut senilai 100 juta dolar AS.

Saat ini, PTDI memproduksi CN-235 dalam berbagai versi dan telah dioperasikan di beberapa negara selain Indonesia dan Korea.

“Korea, hanya salah satu. Pada dasarnya kita tidak memiliki kompetitor di Asia Pasifik untuk industri kedirgantaraan,” katanya.

CN-235 produksi PTDI juga telah dioperasikan di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, UEA, Pakistan, dan Burkina Faso.

Selain itu PTDI juga memproduksi helikopter Super Puma NAS-332 di bawah lisensi Eurocopter (d/h Aerospatiale) Prancis.

PTDI saat ini sahamnya dimiliki seluruhnya oleh Pemerintah RI. BUMN itu berdiri sejak 1976 dan sejak awal telah memproduksi pesawat NC-212, pesawat berpenumpang 19-24 tempat duduk di bawah lisensi EADS CASA Spanyol, dan helikopter NBO-105 di bawah lisensi DASA Eurocopter Jerman.

Sejak 1984, PTDI memproduksi NBell-412 SP dan HP di bawah lisensi Bell Helicopter Textron AS.

“Di samping memproduksi pesawat dan helikopter, kami juga memproduksi komponen struktur pesawat untuk Boeing 737, Boeing 777, Bombardier, Airbus, Mitsubishi Heavy Industry, Eurocopter, dan CTRM Malaysia,” katanya.

BUMN itu merupakan satu-satunya perusahaan yang memproduksi dan memasok komponen Inboard-Outboard Fixed Leading Edge (IOFLE) Airbus A 380.

President Director & CEO Bell Helicopter Textron Inc., Ricard J. Millman, berpendapat, PTDI memiliki semua potensi dan kapabilitas untuk menjadi perusahaan kedirgantaraan termasuk produsen dan pemasaran yang menguasai Asia Pasifik.

“PTDI memiliki potensi untuk itu,” katanya. Sumber : Antara news

LIPI Luncurkan Radar Produk Dalam Negeri ISRA (Indonesian Sea Radar)


LIPI Luncurkan ISRA, Radar Pantai Buatan IndonesiaSUBANG - Indonesian Sea Radar (ISRA) radar pengawas pertama milik Indonesia hasil ciptaan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akhirnya diluncurkan. Ini merupakan radar yang dapat digunakan untuk membantu pengaturan transportasi laut dan udara, pengamatan cuaca, pemetaan wilayah, serta navigasi.

“Selain itu dapat digunakan untuk aplikasi pertahanan keamanan (militer) seperti pemandu rudal dan pengunci sasaran,” ucap Kepala LIPI Prof. dr. Umar Anggara Jenie saat peluncuran radar tersebut yang merupakan bagian dari peringatan hari ulang tahun LIPI ke-42 di Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang, Jawa Barat. Ikut hadir dalam acara para pejabat LIPI.

Prof. Umar mengatakan, radar ISRA merupakan bukti bahwa tenaga ahli dalam negeri mampu membuat peralatan dengan teknologi tinggi. “Ini mendukung kemandirian membuat alat-alat strategis. Belum lagi prosedur pembelian radar luar negeri sulit dan harganya mahal,” jelasnya.

Kepala Bidang Elektronik dan Telekomunikasi LIPI dr. Mashury Wahab mengatakan, penelitian untuk membuat radar tersebut dilakukan selama 3 tahun oleh satu tim berjumlah 20 orang dengan memakan biaya sekitar Rp 3 milyar. Sebelumnya, para peneliti diberikan bantuan oleh pemerintah Belanda untuk pelatihan dasar di Delft University of Technologi the Netherlands yang kemudian diaplikasikan dan dikembangkan di Indonesia.

Radar dengan panjang 2 meter dan lebar 1 meter, berat sekitar 200 kg, serta jangkauan deteksi hingga 64 km tersebut, paparnya, telah menggunakan teknologi Frequency-Modulated Continuous (FM-CW) yang konsumsi daya listrik lebih rendah dan ukuran radar lebih kecil dibanding radar yang digunakan di Indonesia.

“Radar yang digunakan instansi-instansi pemerintah teknologinya ketinggalan, daya (listrik) dan ukurannya juga besar. Kalau radar ISRA biaya operasional dan perawatannya jauh lebih rendah,” ujar dia.

60 persen komponen radar, ungkapnya, masih di impor sehingga menjadi hambatan dalam proses pembuatan karena harus menunggu masuknya komponen.

Uji coba radar sudah dilakukan di Cilegon dengan mendeteksi kapal-kapal yang melintasi selat sunda. Menurutnya, produksi masal untuk radar tersebut diharapkan dapat dilakukan pada 2011 setelah melalui proses penyempurnaan.

“Tahap selanjutnya pada akhir tahun ini, kita akan buat radar mobile yang bisa dibawa kemana-mana. Tahap terakhir tahun 2011 kita akan buat jaringan dengan beberapa radar yang terkoneksi dan bisa dipantau dari pusat tanpa harus ke lapangan,” jelas dia.

Untuk harga jual, lanjut dia, diperkirakan lebih murah 50 persen dibanding radar pesaing dari negara Polandia yang dibandrol Rp 9 milyar.

Radar versi militer

Lebih lanjut Mashury menjelaskan, LIPI sudah ditugaskan oleh Kementrian Negara Riset dan Teknologi untuk membuat radar versi militer dengan teknologi yang sama untuk dipasang di kapal milik TNI AL pada tahun 2010. “Saat ini semua radar di kapal TNI AL masih impor. Hanya radar dan senjata saja memakan 55 persen dari total harga kapal,” ucapnya.

Selain TNI AL, katanya, berbagai pihak mulai tertarik menggunakan radar tersebut seperti Badan Koordinasi Keamanan Laut, Departemen Perhubungan, pihak swasta untuk pengawas pelabuhan, dan beberapa pihak asing. “Di Asia Tenggara cuma kita yang bisa buat (radar),” ujarnya. Source : Kompas

Jumat, 11 September 2009

Indonesia Military

indonesia military power




Indonesia Amphibious Assault




MARS TNI AU




INDONESIAN ARMY POWER




TNI SIAP HAJAR PENEROBOS INDONESIA


SPR-2: Pindad

KEKUATAN MILITER INDONESIA

KEKUATAN MILITER INDONESIA 2009


Last Updated : 04/10/2009


PERSONNEL

Total Population : 237.512.352 (2008)

Population Available : 125.530.542 (2008)

Fit for Military Service : 104.496.911 (2008)

Reaching Military Age Annually : 4.291.700 (2008)

Availability > Males age 15-49 : 65.665.700 (2008)

Active Military Personnel : 628.800 (2009)

Active Military Reserve : 607.000 (2008)

Active Paramilitary Units : 207.000 (2008)



ARMY

Army Personnel : 220.000 active ( AD 2009)

Armed Forces Personnel : 297.000 active ( AD 2009)

Reserve : 400.000

Total Land-Based Weapons : 2.122 (2008)

Tanks : 460 (2008)

Armored Personnel Carriers : 684 (2004)

Towed Artillery : 293 (2004)

Self-Propelled Guns : 70 (2004)

Anti-Aircraft Weapons : 515 (2004)

Wheleed APC : 1.560 (2009)

Light tank : 1.300 (2009)

Sp Gun : 190 (2008)

Weapon holdings : 1.166.000 (2008)



NAVY

Strenght : 67.000 (2009)

Marines : 17.000 (2009)

reserve : 10.000 (2008)

Total Navy Ships : 136 (2008)

Merchant Marine Strength : 971 (2008)

Major Ports and Harbors : 10 (2007)

Destroyers : 24 (2009)

Submarines : 2 (2009)

Frigates : 17 (2008)

Patrol & Coastal Craft : 24 (2004)

Mine Warfare Craft : 12 (2004)

Amphibious Craft : 26 (2004)

Amphibious : 250 (2009)

Torperdo boat : 64 (2009)

Corpet : 44 (2009)

Landing Ship : 28 (2009)



AIR FORCE

Active : 27.850 personnel (2008)

Reserve : 30.000 (2008)

Total Aircraft : 313 (2004)

Aircraft : 346 (2008)

Helicopters : 194 (2004)

Serviceable Airports : 652 (2007)

Combat aircraft : 116 (2009)




Sources : US Library of Congress : Central Intelligence Agency

- Wikipedia

- Globalfirepower.com

- Situs Resmi TNI

- Vholenxcrome.blogspot.com

PT. LAPAN

PT. LAPAN

LAPAN Kembangkan Roket Kendali 1.000 Km dan Balistik 400 Km

Garut (ANTARA News)- Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Adi Sadewo Salatun, mengatakan pada 2010 LAPAN sudah akan mengembangkan roket balistik bernama RX-420 dengan daya jangkau 400 km dan roket kendali berdaya jelajah 1.000 km.

"Tapi LAPAN lebih pada untuk mengindera atau surveilance, jadi bukan untuk rudal. LAPAN hanya berkonsentrasi pada roket-roket ilmiah, tetapi soal kaitan dengan pertahanan kita serahkan ke industri pertahanan dan pelaku pertahanan," kata Adi di sela peluncuran roket-roket LAPAN di Pamengpeuk, Garut, Jabar, Selasa.

Meskipun setiap warga negara memiliki hak untuk bela negara, LAPAN, ujarnya, hanya membuat bagaimana roket bisa mengorbit sendiri.

Ditanya soal komponennya, roket-roket balistik dan kendali yang diujikan ini, ujarnya, merupakan buatan LAPAN sendiri hingga softwarenya kecuali hal-hal seperti subsistemnya misalnya mikroprosesornya.

Sementara bahan bakar roket yakni oksidator dan "fuel" yang selalu diblokade oleh negara-negara maju yaitu Ammonium Perchlorate (AP) dan HTPB (Hydroxy Terminated Poly Butadiene) juga sudah mampu dikuasai ahli LAPAN.

"Kalau kita lihat performanya lebih bagus daripada yang kita impor, gradenya lebih halus. Terbukti ketika launching tadi, lebih agresif," katanya.

Roket-roket buatan LAPAN yang diuji terbang tersebut yakni tipe RX-250 satu unit, RX150 sebanyak tiga unit, tipe RX100 tiga unit, RX-70 tiga unit dan RX-70 FFAR empat unit.

Perancangan Roket RX-250 difokuskan pada upaya pengurangan berat struktur menggunakan tabung motor yang lebih tipis sehingga diperoleh ketinggian dan jarak jangkau yang maksimal.

Dimensi roket ini berdiameter 240mm dengan panjang total 4.242mm dirancang mencapai misi ilmiah dengan tinggi terbang 27,9km dan jarak jangkau 51,3km pada sudut peluncuran 70 derajat.

ROKET2 RX-250


ROKET2 RX-250



Roket-Lapan RX100



Roket-Lapan RX100



Roket RX 320





Beragamnya aplikasi satelit dan meningkatnya kebutuhan wahana ini, ditambah berlakunya pelarangan pembelian komponen pembuat roket, mendorong Indonesia mengumpulkan daya agar mandiri dalam bidang peroketan yang dikembangkan sebagai wahana pengorbit satelit.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang mencapai usia 45 tahun pada 27 November lalu, sejak 2007 melakukan percepatan dalam pengembangan teknologi peroketan dan satelitnya. Percepatan itu terjadi setelah berhasil melepas ketergantungannya pada pembuatan bahan bakar propelan dari pihak asing, antara lain amonium perklorat.

Setelah sukses dengan peluncuran roket eksperimen berdiameter 320 mm atau Rx-320, Lapan berhasil melakukan uji statik Rx-420 pada Selasa (23/12) di Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan Rumpin, Tarogong, Tangerang. Pelaksanaan uji statik ini menyusul uji peluncuran roket kendali berdiamater 100 mm dan 300 mm serta roket balistik 122 mm yang diluncurkan akhir pekan lalu di Pamengpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Seusai menyaksikan pelaksanaan uji statik Rx-420 itu, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan akan terus mendorong Lapan untuk konsisten mengembangkan roket sesuai dengan kompetensinya hingga mampu mengorbitkan satelit. ”Untuk program roket tahun 2009, saya telah mengusulkan kepada DPR dana sebesar Rp 25 miliar,” ujarnya.



Pada 2009, jelas Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun, setelah keberhasilan uji statik Rx-420, program peroketan akan dilanjutkan dengan uji peluncuran roket tersebut yang menurut rencana dilaksanakan Mei 2009.

Dijelaskan Edi Sofyan, Ketua Kelompok Penelitian Bidang Kendali Roket Lapan, roket kendali RK-100 sebanyak tiga unit diluncurkan Sabtu (20/12) di Pamengpeuk, Garut Selatan. Misi peluncuran ini adalah untuk menguji sistem kendali pada sirip belakang.

Peluncuran RK-100, yang mempunyai panjang 4 meter ini, merupakan fase ketiga eksperimen roket itu. Fase I yang dilakukan September 2007 masih ditemukan masalah pada bagian sayap. Setelah dilakukan perbaikan, dilakukan peluncuran RK-100 fase II pada Juni 2008.

Adapun uji peluncuran roket kendali 300 mm yang merupakan tahap pertama, jelas Edi, bertujuan untuk menguji sistem pendorong roket dan turbo jet.

Pada Minggu (21/12) di lokasi yang sama dilaksanakan peluncuran tahap pertama roket balistik RB-122 yang tidak dilengkapi dengan sistem kontrol. Pada uji peluncuran ini bertujuan untuk mengukur kinerja atau performansi motor roket.

Pengujian kinerja roket baik sistem kendali dan balistik merupakan satu rangkaian dalam pengembangan roket pengorbit satelit.


Konfigurasi Rx-420-320

Roket eksperimen berdiameter 420 mm (Rx-420), pelaksanaan uji statiknya tertunda seminggu, karena diperlukan penambahan sistem penahan pada bagian ekor propulsi, agar aman. ”Dengan memasang sistem penahan yang memadai pada roket, yang ditempatkan pada posisi horizontal di lorong itu, maka roket akan tetap stabil ketika dilakukan uji penyalaan,” urai Adi.

Dalam kondisi nyala, roket Rx-420 yang menggunakan bahan bakar amonium perklorat akan memiliki daya dorong hingga 10 ton dalam waktu 11 detik. ”Lepasnya penahan pernah terjadi pada tahun 1986 dalam uji statik sebuah roket. Akibatnya, roket keluar dari block house (rumah uji),” tambah Adi.

Pengukuran hasil uji statik Rx-420, jelas Lilis Mariani, periset di Tim Uji Statik Rx-420, performasi roket ini sedikit lebih baik dibandingkan desain rencana, terutama pada daya dorong roket yang lebih tinggi dari yang direncanakan.

Roket Rx-420 ini merupakan bagian penting dalam konfigurasi Roket Pengorbit Satelit (Satellite Launch Vehicle/SLV) Pertama Lapan yang direncanakan meluncur pada tahun 2014, jelas Yus Kadarusman Markis, Kepala Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan.

Pada SLV-I itu, terdiri dari roket tiga tingkat, yaitu pada tingkat pertama dipasang tiga roket Rx-420 sebagai pendorong atau booster, pada tingkat dua satu propulsi berdiameter 420 sebagai sustainer, dan di tingkat tiga propulsi 320.

Dengan komposisi roket tersebut dan menggunakan bahan bakar propelan padat, menurut Yus, telah memadai untuk membawa satelit ke orbit. ”Roket pengorbit ini memungkinkan membawa nano satelit yang persiapannya makan waktu dua tahun.



Satu roket Rx-420 yang berbobot sekitar 2 ton memiliki jangkauan 120 km. Dengan konfigurasi itu, SLV-I diharapkan dapat menjangkau ketinggian sekitar 400 km. Roket ini dapat membawa muatan 50 kg untuk sampai pada orbit yang dicapai minimal pada ketinggian 250 km. Kecepatan horizontal roket di orbit mencapai 8 km per detik.

Saat ini Lapan tengah mengembangkan sendiri material yang lebih ringan untuk roket, karena pengembangan teknologi pembuatan baik propelan maupun material roket bersifat tertutup.

”Pembelian material dari pihak asing tidak dimungkinkan karena semua negara, termasuk China, tidak lagi memenuhi pesanan material untuk pembuatan roket dari Indonesia, sebagai negara yang masuk kategori perlu diawasi seperti Iran,” urai Yus.

Pada tahapan selanjutnya, Lapan akan terus mengembangkan roket berdiameter lebih besar, yaitu Rx-540 dan Rx-750. Roket Rx-420 merupakan roket keenam yang dikembangkan Lapan selama ini. Roket generasi terdahulu berturut-turut memiliki diameter 70, 100, 150, 250, dan 320 mm.

Sejak beberapa tahun lalu, lanjut Yus, peneliti Lapan juga telah mengembangkan bahan bakar propelan cair yang baru mencapai bobot 10 kg. Masih diperlukan waktu lama untuk sampai pada kapasitasnya untuk mendukung roket pengorbit satelit.

Kendalanya karena kurangnya sumber daya manusia peneliti dan sulitnya memperoleh bahan baku, serta tingginya tingkat kesulitan dan bahaya ledakan dalam pembuatan propelan cair. Meski begitu, Lapan harus mengembangkan pembuatan propelan cair yang memiliki kelebihan daripada propelan padat, yaitu membuat roket mudah dikendalikan ketika mengorbit.

Source : KOMPAS

Dibawah ini adalah sebagian PRODUCT DARI PT.PINDAD

ME-105

















Kita doakan semoga tekhnologi, Informatika dan bidang kemiliteran di Indonesia semakin kuat dan meningkat . . . . .bangkitlah Indonesiaku. . . .semoga dimasa yang akan datang kita bisa menjadi negara yang memilki pertahanan yang kuat dan sebanding dengan negara-negara kuat didunia . . . . . . . . . . . . .


Source : vholenxcrome.blogspot.com


Pantau Ketahanan Pangan lewat Satelit


Random Images

Satelit tidak hanya sekadar memberikan gambaran mengenai permukaan Bumi. Dengan satelit, upaya ketahanan pangan dapat dilakukan.

Gempa tsunami yang terjadi pada akhir 2004 lalu telah meluluhlantakkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lewat satelit, daerah yang terkena hantaman tsunami dapat terlihat dengan jelas.

Satelit telah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dengan kehidupan manusia, salah satu yang menonjol adalah kebutuhan komunikasi.

Telekomunikasi membuat orang yang berada di setiap penjuru dunia dapat menerima informasi dari belahan dunia lain, baik berupa informasi yang berbentuk gambar maupun suara, dalam waktu yang sama maupun berdekatan. Pada perkembangannya, satelit tidak hanya terbatas pada bidang tersebut, satelit dapat memantau bencana alam, gempa bumi, banjir, ataupun kebakaran hutan.

Dan saat ini, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tengah mengembangkan suatu satelit yang sebagai alat untuk menjaga ketahanan pangan. Satelit yang diberi nama Lapan A2 dan Lapan Orari tersebut akan digunakan untuk melihat kondisi pertanian di Indonesia. Dengan satelit tersebut maka akan diketahui siklus tanaman. Salah satu tanaman yang akan menjadi objek pantauan satelit tersebut adalah padi.

Karena tanaman ini identik dengan parameter tanaman untuk menjaga ketahan pangan. Dengan satelit tersebut maka dapat diketahui wilayah yang sedang ditumbuhi padi, wilayah tanaman yang siap panen, ataupun tanah yang belum dilakukan penanaman, terang Toto Marnanto Kadri, Kepala Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara, LAPAN.

Perbedaan warna yang ditampilkan satelit yang kemudian diinformasikan kepada stasiun Bumi menandakan suatu kondisi lahan pertanian tersebut. Dengan satelit itu akan diperoleh informasi mengenai jenis tanaman yang cocok untuk di tanaman di suatu areal tertentu. Selain itu, satelit ini nanti dapat gunakan untuk memantau zona laut, seperti tambak udang. Namun, satelit tersebut tidak dapat digunakan untuk memantau sumber daya alam yang ada di laut.

Tidak hanya dalam bidang pertanian, satelit yang rencananya akan diluncurkan pada 2011 dapat digunakan dalam bidang perkebunan. Seperti, untuk melihat luas perkebunan kelapa sawit maupun dalam bidang kehutanan, kata Toto yang menempuh pendidikan dari Jurusan Fisika, Universitas Indonesia.

Lapan A2

Lapan A2 dirancang sebagai satelit surveilans Bumi atau pengamatan dari jauh dengan peralatan elektronik. Fungsi kamera ini tidak beda dengan kamera CCTV. Lapan A2 digunakan untuk memantau lingkungan Bumi. Supaya dapat memberikan informasi berupa gambar, Lapan A2 dilengkapi dengan kamera Kappa HDTV (High Definition Television). Kamera yang terdapat dalam satelit ini akan mengirimkan gambar seperti layaknya gambar yang tersaji dalam layar televisi.

Berbeda dengan satelit buatan Amerika pada umumnya, Lapan A2 yang rencananya akan diluncurkan di India tersebut memiliki berat 68 kilogram. Sementara, satelit buatan Amerika paling tidak memiliki berat 400 kilogram. Sebagai pemantau Bumi, Lapan A2 dibuat dengan resolusi 5,1 meter dengan luas cakupan tangkapan seluas 9,7 kilometer.

Satelit yang dibuat di negara maju umumnya menggunakan radar untuk menentukan posisi, kecepatan, maupun arah dari satelit. Namun, untuk Lapan A2, navigasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Berbeda dengan radar, satelit yang menggunakan navigasi tersebut dapat dipantau dari negara lain. Sementara dengan GPS, pengendali satelit hanya dapat dilakukan oleh stasiun GPS di Bumi dan tidak dapat diketahui oleh negara lain.

Hanya radar memiliki ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan GPS. Untuk ukuran orbit satelit, Lapan A2 ditempatkan pada orbit yang tidak terlalu tinggi yaitu pada jarak 650 kilometer dari Bumi. Sedangkan orbit satelit yang tergolong tinggi jika satelit tersebut teletak pada jarak ribuan kilometer. Pada kondisi tersebut, satelit akan lebih tenang dan tidak turun dari posisi orbit.

Lapan Orari

Sementara Lapan Orari adalah satelit lain yang tengah dikerjakan LAPAN. Berbeda dengan Lapan A2, Lapan Orari lebih ditujukan sebagai satelit pencitraan, sebab kamera yang digunakan adalah kamera pencitraan atau imaging camera. Sehingga satelit ini dapat memantau objek yang ada di Bumi secara lebih detail, kata Toto. Selain sebagai satelit yang ditujukan bagi ketahanan pangan, Lapan Orari memiliki fungsi utama yaitu sebagai satelit komunikasi. Aplikasinya, satelit ini digunakan sebagai saluran gelombang elektromagnetik pada amatir radio, baik suara maupun data digital.

Seperti halnya Lapan A2, Lapan Orari diletakkan pada ketinggian orbit 650 kilometer dari Bumi. Satelit yang ditempatkan pada ketinggian tersebut memiliki bobot senilai kurang lebih 70 kilogram. Untuk menunjang perannya sebagai satelit pemantau dan pencitraan, Lapan Orari dilengkapi dengan kamera video yang memiliki resolusi sebesar 200 meter dengan cakupan tangkapan satelit seluas 80 kilometer. Sedangkan resolusi kamera pencitraan yang dapat menangkap objek secara detail sebesar 13 meter dengan cakupan tangkapan satelit sejauh 94,9 kilometer. Seperti halnya Lapan A2, satelit ini menggunakan sistem GPS untuk memantau keberadaan satelit di orbit. Pemantauan sendiri akan dikendalikan melalui stasiun yang ada di Bumi.

Sebagai sistem pencitraan atau imager, satelit ini dilengkapi kamera yang menggunakan filter optik khusus supaya dapat mendeteksi objek yang diamati dengan lebih baik. Pengamatan yang dilakukan satelit ini adalah vegetasi atau daratan dengan menggunakan filter optik pada daerah panjang gelombang red, green, dan near infra red. Sedangkan untuk aplikasi pengamatan laut ditambah dengan filter optik blue. Dengan citra-citra tersebut akan diketahui jenis-jenis tanaman atau vegetasi serta luas areanya sehingga dapat digunakan untuk mengetahui luas areal tanaman pertanian dan fase tanamnya.

Namuan sebagai satelit baru, tentu banyak mesti dilakukan pembenahan. Sehingga data yang diperoleh satelit tidak dengan gamblang digunakan begitu saja. Sebab harus dilakukan pengujian kesesuaian antara data-data satelit dan kondisi di lapangan.

Garis Ekuator

Satelit yang dibuat oleh LAPAN berada di dekat garis ekuator atau garis khatulistiwa. Satelit ini beredar mengelilingi Bumi pada orbit ekuatorial inklinasi (kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap orbit Bumi) sekitar enam sampai delapan derajat. Dengan orbit ekuatorial tersebut, Toto mengatakan, maka satelit dapat menjangkau seluruh Indonesia.

Di samping itu, dengan posisinya tersebut, maka satelit ini hanya dapat digunakan oleh wilayah-wilayah yang dilewati oleh garis ekuator dan hanya dapat diakses melalui stasiun Bumi yang menggunakan saluran GPS. Sebab, saluran navigasi yang digunakan adalah GPS. Tanpa saluran ini, informasi yang ditangkap Lapan A2 dan Lapan Orari tidak dapat diakses. Satelit ini dibuat untuk masa dua tahun, tapi umumnya satelit dapat bertahan sampai umur sepuluh tahun.

Satelit yang dibuat oleh lapan tersebut akan melintasi Indonesia setiap 100 menit sekali atau sekitar 13,7 kali dalam sehari. Saat satelit berada di atas wilayah Indonesia, stasiun Bumi dapat memantau perkembangan informasi yang diperoleh satelit tersebut. Pemantauan terhadap satelit tidak harus dilakukan selama 24 jam. Namun pemantauan dapat dilakukan pada malam hari, jika satelit tersebut melintasi Indonesia pada malam hari , Jelas Toto.

Saat ini, Indonesia memiliki beberapa stasiun bumi di antaranya stasiun Bumi yang dimiliki perusahaan telekomunikasi serta stasiun Bumi yang dimiliki LAPAN, di antaranya yang berada di Rumpin (Bogor), Rancabungur (Bogor), serta Biak (Papua). Adanya stasiun Bumi yang berada di berbagai wilayah tersebut membuat data satelit yang melintasi daerah tersebut akan dapat terekam


source : koran-jakarta.com

INDONESIA MILITARY PRODUCT

PT. Dirgantara Indonesia


NBO 150 - 3

NBO 150 - 2


NBO 150 - 2

NBell-412 4

NBell-412 3

NBell-412 2


NBell-412 1


NAS-332 Super Puma 7

NAS-332 Super Puma 6

NAS-332 Super Puma 5


NAS-332 Super Puma 4


NAS-332 Super Puma 3


NAS-332 Super Puma 2

NAS-332 Super Puma 1





KRI Made in Indonesia


Pesawat CN 235 MPA (Maritime Patrol Aircraf PT.DI)
Super Puma NAS 332 (PT.DI)
CN 235 PT. DIRGANTARA INDONESIA
PT Dirgantara Indonesia Menang Tender US$ 94,5 Juta
Seoul - PT Dirgantara Indonesia (PT. DI) menang dalam tender pengadaan empat pesawat penjaga pantai untuk Korea Selatan senilai US$ 94,5 juta. Direktur Utama PT. DI Budi Santoso dan pemerintah Korea Selatan menandatangani kontrak jual-beli tersebut di Seoul kemarin.

Direktur Aircraft Integration PT. DI Budiwuraskito menjelaskan, setelah melewati serangkaian uji unjuk kerja dan komersial, pesawat NC235-110 keluaran PT. DI berhasil menyisihkan pesaing dari Spanyol, Amerika Serikat, dan Israel.

Pesawat NC235-110, ia memaparkan, memiliki jangkauan jelajah 1.150 mil laut (nautical miles) serta sanggup beroperasi hingga delapan jam dengan membawa delapan orang di dalam kabin yang nyaman. "Spesifikasi teknisnya hanya kalah oleh pesawat EADS-CASA dari Spanyol, yang bisa menjangkau hingga 1.200 mil laut," kata Budi. Dari segi unjuk kerja, NC 235-110 menempati posisi kedua, disusul Amerika Serikat dan Israel.

Sedangkan dari segi komersial, yang mencakup harga dan dukungan suku cadang, Dirgantara juga berada di posisi kedua dalam tender yang dibuka pada November lalu tersebut. "Yang pertama adalah perusahaan dari Amerika Serikat, ketiga Israel, dan yang keempat Spanyol."

Soal teknis pembayaran kontrak pesawat ini, kata Budi, pemerintah Korea Selatan akan memenuhinya secara bertahap sebanyak enam kali dalam jangka waktu 29 bulan. Pada saat penandatanganan kontrak, pemerintah Korea Selatan membuka letter of credit senilai US$ 16,4 juta, atau 17,4 persen nilai jual. PT. DI akan mengirimkan dua pesawat pesanan pada akhir 2010, dan dua lagi pada awal 2011.

Menurut Budi, pemerintah Korea Selatan juga mengisyaratkan niatnya untuk membeli lagi empat pesawat serupa pada tahun anggaran 2010. Tahun ini, selain NC 235-110, PT. DI berhasil menjual dua helikopter dan satu pesawat lainnya.

Sedangkan tahun depan, PT. DI akan menjual empat unit pesawat NC 235-220, dengan spesifikasi yang lebih tinggi dibanding NC 235-110. "Tiga ke Angkatan Laut dan satu untuk Angkatan Udara," ujar Budi. Selain itu, Dirgantara berencana mengikuti tender dua unit pesawat di Kolombia pada Februari mendatang.


C-212 (IPTN)


C-212 (IPTN)


CN-235 (PT.DI)



N250 (IPTN)

Nir Awak Buatan Indonesia


Pelatuk, UAV buatan BPPT

Bangga bercampur haru saat saya ikut technical presentasi yang diberikan PT. Aviator Teknologi Indonesia (PT.ATI) diacara Indo-Defense 2008 lalu. Bagaimana tidak, teknologi yang mestinya sudah kita kuasai 15 tahun lalu kini sudah diwujudkan. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.

Sebenarnya penelitian dan pengembangan (Litbang) sudah cukup lama dilakukan, yakni dari tahun 2000 yang dirintis pertama kali oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Salah satu perusahaan yang ikut digandeng BPPT adalah PT.ATI.

Hingga kini kerjasama masih terjalin, terutama dalam hal sarana dan prasarananya. Seperti perangkat keras serta system yang digunakan di pesawat nir-awak ini. Prototype pertama PT.ATI pernah diperkenalkan di penghujung tahun 2005, dengan menampilkan pesawat TUAV (Tactical Unmaned Aerial Vehicle) pertamanya. Smart Eagle I.

Hasil Litbang BPPT pun kini sudah menunjukkan hasil yang menggembirakan dengan telah dibuatnya beberapa prototype PUNA (Pesawat Udara Nir-Awak), sampai dengan sekarang sudah ada 10 unit dengan tiga varian yang dibuat. Yakni varian Pelatuk, Gagak dan Wulung, dengan kelebihan masing-masing.


- PT.DI / IPTN

- PT.PAL

- All Source